BAB I

  1. I.                   PENDAHULUAN

Ibnu Taimiyah yang bernama lengkap Taqiyuddin Ahman bin Abdul Halim lahir di kota Harran pada tanggal 22 Januari 1263 M ( Rabiul Awwal 661 H ). Ia berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi. Ayah, paman dan kakeknya merupakan ulama besar mazhab hambali dan penulis sejumlah buku.

Berkat kecerdasan dan kejeniusannya, Ibnu Taimiyah yang berusia sangat muda telah mampu menamatkan sejumlah mata pelajaran, seperti tafsir, hadis, fiqih, matematika, dan filsafat, serta berhasil menjadi yang terbaik di antara teman – temannya.

Ketika berusia 17 th, Ibnu Taimiyah telah diberi kepercayaan oleh gurunnya, Syamsuddin al-Maqdisi, untuk mengeluarkan fatwa. Pada saat bersamaan, ia juga memulai kiprahnya sebagai seorang guru. Kedalaman ilmu Ibnu Taimiyah memperoleh penghargaan dari pemerintah pada saat itu dengan menawarinya jabatan kepala kantor pengadilan. Namun, karena hati nuraninya tidak mampu memenuhi berbagai batasan yang di tentukan oleh penguasa, ia menolak tawaran tersebut.

Keistimewan diri Ibnu Taimiyah tidak hanya terbatas pada kepiawaiannya dalammenulis dan berpidato, tetapi juga mencakup kebeaniannya dalam berlaga di medan perang.

Sepanjang hidupnya, Ibnu Taimiyah telahmenjalani masa tahanansebanyak 4 kali akibat fitnah yang dilontarkan para penentangnya. Ibnu Taimiyah meninggal dunia di dalam tahanan pada tanggal 26 September 1328 M ( 20 Dzul Qaidah 728 H ) setelah mengalami perlakuan yang sangat kasar selama lima bulan.

 

  1. II.                RUMUSAN MASALAH

Bagaimana pemikiran Ibnu Taimiyah tentang Ekonomi?

BAB II

  1. I.                   PEMBAHASAN
    1. Pemikiran Ekonomi

Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah banyak di ambil dari berbagai karya tulisnya, antara lain Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam, as-siyasah asy-syar’iyyah fi ashlah ar-ra’i wa ar-ra’iyah dan al-hisbah fi al-Islam.

  1. Harga yang Adil, Mekanisme Pasar dan Regulasi Harga

1). Harga yang Adil

            Konsep harga yang adil pada hakekatnya telah ada dan digunakan sejak awal kehadiran islam. Alqur’an sendiri sangat menekankan keadilan dalam setiap aspek kehidupan umat manusia. Oleh karena itu , adalah hal yang wajar jika keadilan juga diwujudkan dalam aktivitas pasar, khususnya harga. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah Saw menggolongkan riba sebagai penjualan yang terlalu mahal yang melebihi kepercayaan para konsumen.

            Para fuqoha juga menggunakan konsep harga yang adil dalam kasus penjualan barang-barang cacat, penjualan yang terlalu mahal, penjualan barang-barang hasil timbunan, dan sebagainya. Secara umum, para fuqaha ini berpikir bahwa harga yang adil adalah harga yang di bayar utuk objek yang serupa. Oleh karena itu, mereka lebih mengenalnya sebagai harga yang setara (tsaman al-mitsl).

            Ibnu Taimiyah tampaknya merupakan orang yangpertama kali menaruh perhatian khusus terhadap permasalahan harga yang adil. Dalam membahas persoalan yang berkaitan dengan harga, ia sering kali menggunakan dua istilah, yakni kompensasi yang sama (‘iwadh al-mitsl) dan harga yang setara (tsaman al –mitsl).[1] Ia menyatakan “kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara dan inilah esensi keadilan (nafs Al-adl).

 Ia juga membedakan antara dua jenis harga, yakni harga yang tidak adil dan dilarang, serta harga yang adil dan disukai.[2] Tujuan harga yang adil adalah untuk memberikan panduan bagi para penguasa dalam mengembangkan kehidupan ekonomi.

Konsep Ibnu Taimiyah mengenai kompensasi yang setara tidak sama dengan harga yang adil. Persoalan tentang kompensasi yang adil atau setara muncul ketika mengupas persoalan kewajiban moral dan hukum. Hal ini muncul beberapa prinsip dalam berbagai kasus :

a) Ketika seseorang hharus bertanggung jawab karena membahayakan atau merusak harta orang lain.

b) Ketika seseorang mempunyai kewajiban untuk membayar kembali sejumlah barang tau keunungan yang setara atau membayar ganti ugi terhadap luka-luka sebagian orang lain.

c) Ketika seseorang diminta unuk menentukan akad yang rusak dan akad yang shahih dalam suatu peristiwa yang menyimpang dalam kehidupan dan hak milik.

       Prinsip umum yang sama belaku pada pembayaran iuran, kompensasi dan kewajiban finansial lainnya :

a) Hadiah yang diberikan oleh gubernur kepada orang-orang muslim, anak-anak yatim dan wakaf.

b) Kompensasi oleh agen bisnis yang menjadi wakil untuk melakukan pembayaran kompensasi.

c) Pemberian upah oleh atau kepada rekan bisnis.

Konsep Upah yang Adil

Ibnu Taimiah mengacu pada tingkat harga yang berlaku di pasar tenaga kerja dan menggunakan istilah upah yang setara. Ia menjelaskan bahwa upa yang setara akan ditentukan oleh upah yang telah diketahui jika ada, yang dapat menjadi acuan bagi kedua belah pihak. Seperti halnya dalam kasus jual atau sewa, harga yang telah diketahui akan diperlakukan sebaga harga yang setara.

Konsep Laba yang Adil

             Ibnu Taimiyah mendefinisikan laba yang adil sebagai laba yang normal yang secara umum diperoeh dari jenis perdagangan tertentu, tanpa merugikan orang lain. Ia menentang tingkat keuntungan yang tidak lazim, bersifat eksploitatif dengan memanfaatkan ketidakpedulian masyarakat terhadap kondisi pasar yang ada. Ia menjelaskan bahwa seseorang yang memperoleh barang untuk mendapatkan pemasukan dan memperdagangkannya di kemudian hari diizinkan melakukan hal tersebut. Namun, ia tidak boleh mengenakan keuntungan terhadap orang-orang miskin yang lebih tinggi daripada yang sedang berlaku, dan seharusnya tidak menaikka harga terhadap mereka yang sedng sangat membutuhkan.

Relevansi Konsep Harga Adil dan Laba yang Adil Bagi Masyarakat

             Adil bagi para pedagang berarti barang-barang dagangan mereka tidak dipaksa untuk dijual pada tingkat harga yang dapat menghilangkan keuntungan normal mereka. Meurutnya, “setiap individu mempunyai hak pada apa yang mereka miliki.tadak ada seorang pun yang bisa mengambilnya, baik sebagian maupun seluruhnya, tanpa izin dan persetujuan mereka. Memaksa seseorang untuk menjual apa yang menurut hukum tidak ada kewajiban untuk menjualnya atau sebaliknya, melarang seseorang untuk menjual apa yang menurut hukum diperbolehkan adalah sebuah ketidakadilan dan itu adalah perbuatan zalim yang diharamkan. Namun, jika terdapat beberapa alasan, untuk memaksa para penjual, dan jika tanpa paksaan ini ia tidak akan memenuhi kewajibannya pedagang dapat dipaksa untuk menjual barang-barang dagangannya pada tingkat harga yang adil untuk melindungi kepentingan orang lain.

             Penggunaan dan implikasi dari konsep upah yang adil adalah sama halnya dengan konsep harha yang adil. Tujuan dasar harga yang adil adalah untuk melindungi kepentingan pekerja dan majikan serta melindungi mereka dari aksi saling mengeksploitasi.

2)  Mekanisme Pasar

             Ibnu Taimiyah memiliki sebuah pemahaman yang jelas tantang bagaimana dalam suatu pasar bebas, harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.

Naik turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi. Bisa jadi disebabkan oleh penawaran yang menurun akibat inflasi produksi, penurunan jumlah impor barang-barang yang diminta atau juga tekanan pasar. Jika penawaran terhadap barang meningkat sedangkan penawaran menurun, harga tersebt akan naik. Begitu pula sebaliknya. Kelangkaan dan melimpahnya barang mungkin disebabkan oleh tindakan yang adil atau mungkin juga tindakan yang tidak adil.[3]

             Ibn Taimiyah menyebutkan dua sumber persediaan, yakni produksi lokal dan impor barang-barang yang diminta. Perubahan dalam supply digambarkannya sebagai kenaikan atau penurunan persediaan barang-barang, yang disebabkan dua faktor tersebut.

             Faktor yang memengaruhi permintaan serta konsekuensinya terhadap harga menurut Ibnu Taimiyah:

1)      keinginan masyarakat terhadap berbagai jenis barang yang berbeda dan selalu berubah-rubah.

2)      Jumlah peminat terhadap suatu barang.

3)      Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang serta besar atau kecilnya tingkat dan ukuran kebutuhan.

4)      Kualitas pembeli.

5)      Jenis uang dalam transaksi.

6)      Tujuan transaksi yang menghendaki adanya kepemilikan di antara kedua belah pihak.

7)      Besar kecilnya biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen atau penjual.

3)  Regulasi harga

             Tujuan regulasi harga adalah untuk menegakkan keadilan serta memnuhi kebutuhan dasar masyarakat. Ada dua jenis penetapan harga yakni penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum serta penetapan harga yang adil dan sah menurut hukum. Penetapan harga yang tidak adil dan cacat ukum adalah penetapan harga yang dilakukan pada saat kenaikan harga-harga terjadi akibat persaingan pasar bebas, yakni kelangkan atau kenaikan.

a)      Pasar yang Tidak Sempurna

Pasr yang tidak sempurna adalah adanya monopoli makanan ataupun barang-barang kebutuhan dasar lainnya sehingga menimbulkan kerugian para penjual yang lain. Dengan adanya monopolistik, harga tidak lagi ditentukan oleh pasar tetapi ditentukan oleh satu penjual yang menguasai pasar. Hal itu dapat merugikan berbagai kalangan.

b)      Musyawarah untuk Menetapkan Harga

Sebelum menerapkan kebijakan penetapan harga, terlebih dahulu pemerinth harus melakukan musyawarah dengan masyarakat terkait. Anggota masyarakat lannya juga diperkenankan menghadiri mesyawarah tersebut sehangga dapat membuktikan pernyataan mereka. Pemerintah harus meyakinkan mereka pada suatu tingkat harga yang daat membantu mereka dan masyarakat luas, hingga mereka menyetujuinya. Harha tidak boleh ditetapkan tanpa persetujuan mereka.

  1. Uang dan Kebijakan Moneter

1). Karakteristik dan Fungsi Uang

            Secara khusus, Ibnu Taimiyah menyebutkan dua fungsi utama uangm yakni sebagai pengukur nilai dan nedia pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda.

            Beardasarkan pandangannya tersebut, ia menentang keras segala bentuk perdagangan uang, karena hal ini berarti mengalihkan fungsi uang dari tujuan yang sebenarnya. Apabila uang du pertukarkan dengan uang yang lain, maka pertukaran tersebut harus dilakukan secara stimultan dan tanpa penundaan.

2). Penurunan Nilai Mata Uang

            Seiring desakan kebutuhan masyarakat akan mata uang dengan pecahan lebih kecil, sultan Kamil Ayyubi memperkenalkan mata uang baru dari temaga yang disebut fulus, dengan demikian dirham digunakan untuk transaksi besar, sedangkan untuk transaksi yang lebih kecil menggunakan fulus.

            Keadaan uang memburuk ketika sultan Kitbagha dan Zahir Barquq mulai mencetak fulus dalam jumlah yang sangat besar dan dengan nilai nominal yang lebih besar dari nilai kandungan tembaga di dalamnya. Fulus banyak di cetak namun masyarakat menolak fulus tersebut. Keadan ini terjadi akibat bani mamluk menambah jumlah uang fulus, karena perctakan fulus relatif lebih mudah di lakukan karena tembaga lebih mudah di dapat, dimana tembaga merupakan bahan pembuat fulus.[4]

            Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa penciptan mata uang dengan nilai nomial yang lebih besar daripada nilai intrinsiknya dan kemudian menggunakan uang tersebut untuk membeli emas, perak atau benda berharga lainnya dari masyarakat, akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai mata uang serta menghasilkan inflasi dan pemalsuan mata uang.

3). Mata Uang yang Buruk Akan Menyingkirkan Mata Uang yang Baik

            Apabila penguasa membatalkan penggunaan mata uang tertentu dan mencetak jenis mata uang ang lain bagi masyarakat, hal ini akan merugikan orang-orang kaya yang memiliki uang karena jatuhnya nilai uang lama menjadi hanya sebuah barang. Ia berarti telah melakukan kezaliman karena menghilangkan nilai tinggi yang semula mereka miliki.lebih dari itu, apabila nilai intrinsik mata uang tersebut berbeda, hal ini akan menjadi sumber keuntungan bagi par penjahat untuk mengumpulkan mata uang yang uruk dan menukarnya dengan mata uang yan baik dan kemudian mereka akan membawanya ke daerah lain dan menukarnya dengan nata uang yang buruk di daerah tersebut untuk di bawa kembali ke daerahnya. Dengan demikian nilai barang-barang masyarakat akan menjadi hancur.

 

 

 

BAB III

  1. I.                   KESIMPULAN

Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah banyak di ambil dari berbagai karya tulisnya, antara lain Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam, as-siyasah asy-syar’iyyah fi ashlah ar-ra’i wa ar-ra’iyah dan al-hisbah fi al-Islam.

  1. Harga yang Adil, Mekanisme Pasar dan Regulasi Harga
    1. Harga  yang Adil
      1.                                                                                                   i.      Konsep Upah yang Adil
      2.                                                                                                 ii.      Konsep Laba yang Adil
      3.                                                                                               iii.      Relevansi Harga Adil dan Laba yang Adil Bagi Masyarakat
      4. Mekanisme Pasar
      5. Regulasi Harga
        1.                                                                                                   i.      Pasar yang Tidak Sempurna
        2.                                                                                                 ii.      Musyawarah untuk Menetapkan Harga
        3. Uang dan Kebijakan Moneter
          1. Karakteristik dan Fungsi Uang
          2. Penuruna Nilai Mata Uang
          3. Mata Uang yang Buruk Akan Menyingkirkan Mata Uang Yang Baik.

 

  1. II.                PENUTUP

Demikian makalah yang dapat penulis susun. Penulis sadar dalam makalah ini masih banyak kesalahan. Kritik dan saran membangun, amat sangat penulis harapkan, demi kesempurnaan makalah, penulis. Semoga sedikit yang terurai dalam makalah ini  dapat menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat untuk kita semua. Amin.

 

  1. III.             DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Azwar Karim. Sejarah pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta. Fajar Interpratama Offset.2004.

Heri Sudarsono. Konsep Ekonomi Islam.. Yogyakarta. Ekonisia. 2002

Adiwarman Azwar Karim. Ekonomi Islam. Jakarta. Gema Insani. 2007.

 


[1]  Adiwarman Azwar Kaim. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Hal. 332

[2]  Loc. Cit.

[3]   Heri Sudarsono. Konsep Ekonomi Islam. 140

[4]  Adiwarman Azwar Karim. Ekonomi Islam. Hal. 61Gambar